Rencana tersebut, dinilai oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memprediksi bakal menimbulkan dampak yang signifikan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Ia menjelaskan, defisit APBN akibat rasio utang meningkat juga tidak akan tercapai, yaitu angkanya berkisar 2,16 persen hingga 2,64 persen dari PDB (produk domestik bruto).
“Jadi agak pesimis ya defisit anggaran per tahun, bisa ditekan di kisaran itu,” kata Bhima saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (19/5).
Ia menjelaskan, alasan pemerintah fokus pada pembiayaan uang negara dalam RAPBN 2024 ke dua pos tersebut, karena pembangunan IKN dan Pemilu 2024 memberikan dampak perputaran uang diupayakan merata, serta bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga.
“Karena tahun politik biasanya pemerintah membaca dari 2014, 2019 ada kecenderungan kebijakan fiskalnya agak populis, yang berarti anggaran bansos akan dinaikkan, anggaran infrastruktur dikebut, tetapi itu bisa berdampak pada pelebaran defisit anggaran,” urainya.
Selain itu, kalau dilihat dari laju penambahan utang yang cukup tinggi di 2019 hingga April 2023, ada penambahan utang pemerintah lebih dari Rp 3 ribu triliun.
“Atau tumbuh 68 persen. Dari penambahan utang itu juga akan ada konsekuensi belanja bunga utangnya akan berat di 2024,” sambungnya menerangkan.