Ketua SEMMI Aceh Timur mengutuk keras tindakan pemusnahan bukti sejarah rumoh Geudong

ACEH TIMUR | KABAR SATU - Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Aceh Timur, melalui Aris Munandar ketua SEMMI Aceh Timur mengutuk tindakan pemusnahan bukti sejarah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Rumoh Geudong, Aceh Pidie. 

Tragedi Rumoh Geudong merupakan kejadian tragis penyiksaan yang dilakukan oleh aparat Militer selama masa konflik Aceh antara tahun 1989 hingga 1998. Sabtu, (24/06/2023). 

Rumoh Geudong yang berlokasi di Desa Bili Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga Kabupaten Pidie, telah menjadi saksi bisu dari penderitaan masyarakat Aceh. Selain menjadi tempat eksekusi dan penyiksaan terhadap 78 orang yang dicurigai terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 

"Rumoh Geudong juga menjadi tempat penyiksaan terhadap warga sipil secara umum. Praktik penyiksaan dimulai dengan pemutaran musik dengan volume tinggi untuk menutupi jeritan pilu para tahanan yang tidak terdengar di luar." Jelasnya.

Lanjut Aris Munandar pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat tidak hanya terbatas pada penyiksaan fisik tetapi juga melibatkan penyiksaan psikologis dan farmakologis. 

"Metode penyiksaan fisik yang kejam seperti direndam di air laut diberikan kejutan listrik, digantung dan dipukul telah menyebabkan penderitaan yang tak terperi.

Sementara itu penyiksaan psikologis dilakukan melalui penahanan dalam ruangan gelap, pemerkosaan, serta penghinaan yang mengakibatkan kerugian moral yang tidak bisa terlupakan.

"Seharusnya Rumoh Geudong yang menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM berat pada masa itu dijadikan museum bukan diratakan dengan dalih ingin membangun masjid. 

Hal ini juga merupakan bentuk penghormatan terhadap para korban dan keluarga mereka, sambil mempromosikan perdamaian, toleransi, dan keadilan di masyarakat dengan menghormati hak asasi manusia yang mendasar." Tutup Aris Munandar.

Menghormati dan menjaga bukti sejarah serta mengenang peristiwa-peristiwa tragis seperti Tragedi Rumoh Geudong. Hanya melalui pengakuan dan penghargaan terhadap sejarah, kita dapat mencegah pengulangan kesalahan di masa depan dan memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang mendasar.[]