Rizieq Shihab Gugat Jokowi: Tuduhan Kebohongan hingga Desakan Ganti Rugi Negara

Rizieq Shihab 

KBS | JAKARTA – Mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, kembali mencuri perhatian publik setelah melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK) melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 September 2024 dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst, dan dengan cepat menjadi topik hangat di berbagai media.

Aziz Yanuar, pengacara TAMAK sekaligus juru bicara dari tim hukum Rizieq, mengemukakan sejumlah alasan yang melatarbelakangi gugatan ini. Dalam keterangannya, Aziz menuding Jokowi telah menyebarkan kebohongan sejak era pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012, yang menurutnya berlanjut ketika Jokowi maju sebagai calon presiden dalam pemilihan umum 2019 dan 2024. Tuduhan ini bukan hanya menyangkut kebohongan semata, tetapi lebih jauh lagi, Aziz menilai bahwa Jokowi memanfaatkan struktur kenegaraan untuk membangun citra yang menurutnya menutupi kelemahan dan kegagalan di berbagai sektor.

“Rangkaian kebohongan ini dikemas secara sistematis untuk menutupi kegagalan yang terjadi selama pemerintahan Jokowi. Bahkan lebih berbahaya, kebohongan ini dilakukan dengan menyalahgunakan mekanisme, sarana, dan prasarana kenegaraan,” ungkap Aziz melalui keterangan tertulis yang dirilis ke publik.

Aziz menambahkan bahwa apabila tuduhan-tuduhan ini dibiarkan tanpa adanya proses hukum yang jelas, sejarah bangsa Indonesia akan ternoda oleh praktik-praktik yang melanggar nilai-nilai kejujuran. Oleh karena itu, gugatan ini diberi nama yang cukup provokatif, yakni Gugatan 30 September Terhadap Jokowi atau yang disingkat menjadi G30S/JOKOWI—sebuah plesetan yang terkesan disengaja untuk membangkitkan emosi sejarah bangsa.

Tuntutan Ganti Rugi yang Fantastis

Tuntutan dari gugatan ini juga tidak main-main. TAMAK mendesak agar majelis hakim memerintahkan Jokowi membayar ganti rugi yang disebutkan sebagai utang luar negeri Indonesia sejak 2014 hingga 2024. Dana ganti rugi yang disebutkan dengan nominal fantastis itu nantinya diusulkan untuk dimasukkan ke dalam kas negara sebagai bentuk pemulihan kerugian negara.

Tidak hanya itu, TAMAK juga meminta agar hak-hak Jokowi setelah pensiun sebagai presiden dicabut. Termasuk di dalamnya, penangguhan pembiayaan rumah sebagai mantan presiden dan penghentian pembayaran uang pensiun yang kelak akan diterimanya. Menurut Aziz, meskipun tuntutan ini mungkin tidak sebanding dengan apa yang disebutnya sebagai "kerusakan besar" yang terjadi di Indonesia, ia menekankan pentingnya langkah konkret ini sebagai peringatan bagi para penguasa yang akan datang.

“Walaupun gugatan ini tidak sebanding dengan kerusakan negara akibat kebohongan yang dilakukan oleh Jokowi, langkah ini kami ambil untuk memberikan pesan tegas kepada seluruh pemangku kebijakan dan penguasa di masa depan agar selalu jujur dalam mengemban amanat rakyat Indonesia,” tandasnya.

Respons Istana: Gugatan Harus Berdasar Fakta, Bukan Sensasi

Menanggapi langkah hukum yang ditempuh Rizieq Shihab dan tim pengacaranya, pihak Istana Kepresidenan melalui Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono, menyampaikan pandangannya. Dalam keterangan pers yang dirilis pada 1 Oktober 2024, Dini menegaskan bahwa Istana menghormati setiap upaya hukum yang dilakukan, namun mengingatkan agar tidak ada pihak yang memanfaatkan jalur hukum hanya untuk mencari sensasi atau provokasi.

“Prinsip dasar hukum adalah bahwa setiap orang yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya. Oleh karena itu, penggunaan upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, bukan untuk tujuan sensasional atau provokasi semata,” ujar Dini.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pihak Istana masih menunggu kelanjutan proses hukum ini, terutama untuk mengetahui apakah gugatan tersebut dilayangkan kepada Jokowi dalam kapasitas pribadinya atau sebagai Presiden. Dini juga mengingatkan bahwa selama sepuluh tahun masa kepemimpinan Jokowi, pemerintahan tidak terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan. Namun, ia menegaskan bahwa penilaian akhir harus diserahkan kepada masyarakat.

“Selama 10 tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi, tentu banyak pencapaian dan tantangan yang dihadapi. Pada akhirnya, biarlah rakyat yang menilai bagaimana kinerja dan pengabdian Presiden Jokowi kepada bangsa dan negara,” imbuhnya.

Menanti Babak Lanjutan

Gugatan ini diprediksi akan menjadi salah satu kasus besar yang menyoroti akhir masa jabatan Presiden Jokowi. Langkah Rizieq Shihab yang dikenal sebagai tokoh kontroversial di panggung politik Indonesia, menambah kompleksitas suasana menjelang pergantian kepemimpinan nasional.

Bagi sebagian pihak, gugatan ini dianggap sebagai bagian dari strategi Rizieq dan kelompoknya untuk mengembalikan pengaruh politik yang sempat meredup. Namun, di sisi lain, ada pula yang melihat gugatan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap apa yang mereka anggap sebagai penyimpangan dalam sistem pemerintahan.

Kini, perhatian publik tertuju pada proses hukum yang akan berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Masyarakat menunggu apakah gugatan ini akan berhasil mengguncang tatanan politik Indonesia atau justru berakhir menjadi sekadar manuver politik yang tidak berdampak signifikan. Satu hal yang pasti, perkembangan kasus ini akan terus memicu perdebatan panas di kalangan masyarakat, politikus, dan pengamat hukum di Indonesia. (Red)




Sumber artikel/D'On