Selamat Hari Pendidikan Nasional: Mantan Guru Penjaskes di Aceh Timur Kritik Kebijakan Dinas Pendidikan Aceh

ilustrasi

KABAR SATU | Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Mantan Guru Penjaskes dan Ketua Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Aceh Timur, Hendrika Saputra, menyampaikan kritik tajam terhadap arah kebijakan pendidikan di Aceh yang dinilainya telah melenceng dari tujuan mulia mencerdaskan kehidupan bangsa. Idi Rayeuk, 2 Mei 2025

Bertempat di sebuah kafe di pusat Kota Idi Rayeuk, Hendrika menyoroti bagaimana kebijakan pendidikan dewasa ini lebih banyak diarahkan sebagai ladang proyek ketimbang sebagai sarana peningkatan mutu belajar siswa.

“Saat masyarakat tengah berjibaku dengan kondisi ekonomi yang sulit, justru bermunculan proyek-proyek pendidikan dengan anggaran fantastis yang tidak menyentuh kebutuhan dasar pendidikan,” ungkap Hendrika pada Jumat pagi (2/5) pukul 10.20 WIB.

Ia mencontohkan dua proyek kontroversial yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Aceh, yakni pengadaan lampu penerangan outdoor senilai Rp12 miliar dan pengadaan tong sampah sekolah sebesar Rp7 miliar. Menurutnya, dua program ini mencerminkan bagaimana mental proyek telah membungkus dunia pendidikan di Aceh.

“Buku-buku pelajaran diganti secepat ganti menteri. Seragam sekolah tak lagi bisa diwariskan karena kurikulum terus berubah. Yang jadi korban adalah siswa, guru, dan orang tua,” ujarnya.

Sebagai mantan guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) di salah satu SMA di Aceh Timur, Hendrika mengaku prihatin atas pudarnya semangat gotong royong dalam dunia pendidikan. Ia mengenang masa di mana buku-buku pelajaran diwariskan antargenerasi, kini digantikan oleh sistem yang menuntut pembelian baru hanya karena perubahan isi atau sampul.

Ia menyerukan kepada Pemerintah Aceh, khususnya Dinas Pendidikan, untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan pendidikan yang berorientasi proyek. Hendrika mendorong adanya penganggaran ulang yang lebih berfokus pada peningkatan kualitas guru, sarana belajar yang relevan, dan literasi siswa.

“Jika pendidikan hanya menjadi ajang proyek, maka kita sedang menyiapkan generasi yang kelak pandai membuat proposal, tapi miskin karakter dan visi,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Hendrika mengutip tokoh dunia Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia.” Ia menambahkan pesan inspiratif, “Jangan pernah menyerah dalam belajar, karena pohon besar pun bermula dari biji kecil.”

Ia berharap Hari Pendidikan Nasional tidak berhenti pada seremoni tahunan, tetapi menjadi momen refleksi mendalam bahwa pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa — bukan komoditas untuk kepentingan sesaat.(*)