Invisible Sword Oligarki

Foto; pixabay 

OLIGARKI semakin ramai dibincangkan. Semakin banyak orang yang khawatir bila oligarki benar-benar semakin menguat di negeri ini. Ekonom senior, Faisal Basri bahkan berpendapat oligarki kian mencengkram Indonesia, dan ini merupakan sebuah ancaman ketika terjadinya pelemahan institusi politik yang menyebabkan penurunan indeks demokrasi dan pelemahan KPK.

Kelompok oligarki yang masuk ke tataran politik mengikis standar demokrasi dengan mengabaikan kepentingan sekian banyak orang. Ketergantungan partai politik (parpol) dalam pemilu untuk mendukung finansial mereka menjadi awal dari menguatnya pengaruh oligarki. Karenanya, menurut Almas Sjafira (ICW) politik oligarki sulit dihilangkan dalam kontestasi pemilu.

Bukan hanya itu, bahkan ada yang menilai penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan disinyalir memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo dan melanjutkan agenda-agenda oligarki yang belum tuntas.

Secara makna, oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. Karena elitis dan eksklusif, oligarki ditafsirkan sebagai manifestasi pemerintahan yang buruk. Oligarki mengandalkan kemampuan material tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat luas.

Plato menyebut oligarki sebagai bentuk pemerosotan dari pemerintahan aristokrasi, yaitu pemerintahan yang dipimpin cerdik pandai, menjadi pemerintahan yang dipimpin segolongan kecil untuk kepentingan mereka sendiri.

Bertrand Russell dalam bukunya Sejarah Filsafat Barat, memberikan petunjuk bahwa istilah Istilah oligarki sudah ada sejak zaman Yunani kuno periode 600 SM ketika pemerintahan oligarki diterima sebagai norma yang lumrah, seperti Athena yang dipimpin dengan sistem oligarki demokratis dan Sparta dengan sistem pemerintahan oligarki militerisme.

Oligarki di Indonesia tidak hilang setalah adanya reformasi, bahkan terus bertransformasi dengan cara menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong oleh Neoliberalisme. Setelah kejadian krisis ekonomi pada 1998, oligarki bisa bertahan dan menjadi tokoh utama di dalam dunia bisnis di Indonesia, sebagaimana dicatat Richard Robison dan Vedi R. Hadiz dalam Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Market.

Oligarki memiliki kemampuan mempengaruhi jalannya sistem politik yang berakar dari kapabilitas uang yang dapat menjadi alat tukar nilai-nilai personal, karena praktik politik oligarki di Indonesia ada pada kekuatan materiil atau uang.

Konsep oligarki ini memiliki kata kunci yaitu kekayaan. Kelompok orang-orang yang sangat kaya berusaha menjangkau kekuasaan melalui berbagai sektor, baik dari sektor politik, sosial, hukum, ekonomi dan lainnya, supaya dapat mempertahankan maupun meningkatkan kekayaannya.

Adanya kekayaan-kekayaan yang dimiliki, para oligarki melalui kanal-kanal demokrasi tersebut mendapat kursi di posisi-posisi strategis seperti di sektor legislatif, eksekutif, yudikatif ataupun birokrasi. Hal ini yang membuat para oligarki bisa mengendalikan kekuasaan untuk kepentingannya.

Oligarki tak ubahnya invisible sword yang dapat melibas dengan kilatan cahaya karena  tidak tampak bersenjata dan berkuasa secara langsung.

Menurut Jeffrey A Winters, oligarki mempunyai suatu jangkauan kekuasaan yang cukup luas dan sistemik, meskipun mempunyai status minoritas di dalam sebuah komunitas. Selain itu ada pula oligarki mempunyai suatu dasar kekuasaan serta kekayaan material yang sangat sulit untuk dipecah dan juga diseimbangkan.

Secara lebih detil Winters mengelompokkan 4 type oligarki; Pertama, Oligarki Panglima, yaitu oligarki muncul dengan kekuasaan yang memaksa atau dengan kekerasan secara langsung. Oligarki panglima mempunyai tentara hingga senjata untuk merebut sumber daya secara langsung kekuasaan milik oligarki lainnya.

Kedua, Oligarki Penguasa Kolektif, oligarki mempunyai kekuasaan serta berkuasa dengan cara kolektif melalui lembaga yang memiliki aturan atau norma. Dalam oligarki ini, para penguasa akan saling bekerja sama dalam mempertahankan kekayaannya dengan cara memerintah suatu komunitas.

Ketiga, Oligarki Sultanistik, yakni oligarki yang terjadi ketika monopoli sarana pemaksaan terletak pada satu tangan oligarki. Dan Keempat, Oligarki Sipil yang merupakan oligarki yang sepenuhnya tidak bersenjata dan tidak berkuasa langsung. oligarki hanya menyerahkan kekuasaannya kepada suatu lembaga non pribadi dan juga kelembagaan yang mempunyai hukum lebih kuat. Sehingga, oligarki hanya fokus mempertahankan pendapatan dengan cara mengelak dari jangkauan negara dalam meredistribusi kekayaannya.

Upaya untuk melemahkan kekuasaan oligarki di dalam demokrasi Indonesia menurut Zainal Arifin M, pakar Tata Negara UGM, dapat dilakukan dengan pendirian partai lokal dari anak muda agar dapat merebut kursi parlemen lokal melalui isu-isu lokal yang ada. Karena ia meyakini kekuatan dari suatu partai lokal itu dapat membenamkan kekuasaan politik oleh oligarki.

Atau merujuk pada Zephyr Teachout dan Kelly Nuxoll dalam Three Solutions to the Oligarchy Problem, bahwa untuk mewujudkan keinginan masyarakat yang ingin menghilangkan pengaruh oligarki dengan cara melakukan perubahan UU pemilu, khususnya menyangkut ambang batas parlemen. Kemudian melakukan peninjauan ulang mengenai aturan main pilkada, karena selama  ini menjadi basis munculnya oligarki yang bernafaskan dinasti politik.

Dan terakhir mempertegas pengaturan dan penegakan hukum tentang pendanaan partai, bagi calon pejabat diawal masa pencalonan, dan dana kampanye pemilu partai. Hal ini diperlukan karena oligarki yang basisnya berasal dari para pebisnis, akan berselingkuh dengan calon pejabat publik, mereka menjadikan persoalan pendanaan jadi pintu mereka bertemu dengan calon pejabat yang membutuhkan modal.

Jeffrey A. Winters dalam bukunya Oligarchy, mencoba menciptakan definisi baru tentang oligarki, yaitu seseorang dengan dana yang cukup untuk melindungi kekayaan yang dimilikinya (wealth defense industry). Sebuah industri yang melibatkan pemodal, mafia, dan pengambil kebijakan.(CBNPost)

Oleh Boy Abdaz

Disarikan dari berbagai sumber