Oleh : T.M. Jamil, Assoc. Prof. Dr. Drs. M.Si
(Pengamat Ekonomi Syariah, Guru pada Sekolah Pascasarjana USK, Banda Aceh)
"KETIKA UMMAT BERHARAP PADA EKONOMI SYARIAH (Implementasi Qanun LKS Nomor 11 Tahun 2018)"
SEBAGAI NEGARA dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia, khususnya Provinsi Aceh memiliki ekonomi syariah besar dan kuat. Jumlah umat Muslim yang besar merupakan modal utama untuk menjalankan perekonomian yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, pemerataan, dan keberpihakan kepada kaum dhuafa. Namun semua itu masih jauh dari harapan.
Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2020 diperkirakan mencapai 229,62 juta jiwa, berada di urutan pertama, disusul oleh India sebanyak 176,2 juta jiwa, dan Pakistan sebanyak 167,41 juta jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk muslim di dunia pada 2010 mencapai 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23 persen dari total populasi yang mencapai 6,9 miliar. Sedangkan Aceh saat ini memiliki penduduk sebanyak, 5.52 Juta. Sungguh sebuah modal besar dan dapat dijadikan model untuk membangun ekonomi syariah lebih baik. Lalu, apa yang terlihat secara fakta? Sudah Aceh berbuat untuk itu? Semoga menjadi renungan kita semua...
Dengan modal penduduk muslim terbesar, tak heran jika ekonomi syariah mengalami pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. The State of Global Islamic Economy Indicator Report mengungkapkan, ekonomi syariah Indonesia berada pada peringkat keempat dunia pada tahun lalu. Padahal pada 2018, posisinya masih di peringkat ke-10, lalu naik menjadi peringkat kelima pada tahun 2019. Sedangkan nuansa pertumbuhan ekonomi syariah masih berkutat pada yang normatif dan belum menyentuh praktis. Sibuk dalam perdebatan, terlena dan belum menunjukkan perkembangan berarti.
Nah, sudah sewajarnya Indonesia menjadi salah satu yang terdepan dalam perkembangan ekonomi syariah, seharusnya juga Aceh. Peningkatan peringkat menunjukkan upaya umat Muslim yang difasilitasi pemerintah, meningkatkan perannya di dalam pembangunan nasional dan internasional dan menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah regional dan global.
Ekonomi syariah terbukti andal dan tetap tumbuh di beragam situasi. di saat susah maupun senang. Di sektor keuangan dan perbankan, misalnya, di tengah krisis akibat pandemi Covid-19 yang lalu, kinerja perbankan syariah Indonesia tetap mencatat pertumbuhan stabil. Bahkan, pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional. Dari sisi aset, perbankan syariah naik 10,97 persen secara tahunan. Sementara, kenaikan aset bank konvensional hanya 7,7 persen.
Dalam hal pertumbuhan dana pihak ketiga, perbankan syariah tumbuh 11,56 persen secara tahunan. Angka ini berada di atas bank konvensional yang pertumbuhannya sebesar 11,49 persen. Di dari sisi pembiayaan, perbankan syariah menunjukkan kenaikan 9,42 persen secara tahunan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional yang hanya naik 0,55 persen.
Indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa ekonomi syariah di Tanah Air tumbuh sangat cepat. Hal ini merupakan kontribusi besar dalam mewujudkan kesejahteraan umat dan sebagai bukti bahwa Islam menebarkan rahmatnya bagi alam, merupakan agama yang rahmatan lil alamin.
Menteri BUMN Erick Thohir yang terpilih sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), menggantikan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, sepertinya ingin mewujudkan ekonomi syariah yang lebih besar lagi. Hal ini terlihat dari susunan pengurus MES yang tidak saja melibatkan para ahli agama, namun juga para eksekutif dan pengusaha papan atas yang memiliki modal besar. Sederet nama yang sudah malangmelintang di dunia usaha menempati posisi strategis di dalam organisasi.
Sedikitnya 62 orang beken masuk dalam kepengurusan MES periode 2021-2024. Mereka duduk di Badan Pengurus Harian, Dewan Pembina, Dewan Pakar, Dewan Penggerak, dan Dewan Penyantun. Erick menunjuk Iggi Achsien yang selama ini berkecimpung di ekonomi Syariah, tim ahli Wakil Presiden, dan komisaris independen Bank Muamalat Indonesia sebagai Sekjen dan Hery Gunardi, Ketua PMO Bank Syariah Indonesia, sebagai bendahara umum.
Di jajaran pengurus ada Pandu Patria Sjahrir, keponakan Menko Maritim Investasi Luhut Pandjaitan yang pengusaha, sekaligus Komisaris Bursa Efek Indonesia. Di Dewan Penyantun, ada M. Arsjad Rasjid, pengusaha sektor batu bara yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Indika Energy Tbk sebagai ketua. Wakil Ketua diisi kalangan pengusaha, seperti Rosan P Roeslani yang juga Ketua Umum Kadin, Rachmat Mulyana Hamami yang menjadi Preskom ABM Investama, serta Martin Hartono.
Martin Hartono adalah putra pemilik Grup Djarum, Budi Hartono, orag terkaya di Tanah Air. Martin mengelola bisnis industri digital, CEO GDP Venture dan PT Sarana Menara Nusantara, perusahaan modal ventura berbasis teknologi informasi (e-commerce).
Sekretaris Dewan Penyantun MES diisi oleh Arini Subianto, Presiden Direktur Persada Capital Investama yang banyak berinvestasi di sektor sumber daya alam, seperti batu bara, sawit, pengolahan kayu, dan karet.
Erick mengemukakan program besarnya dalam tiga tahun masa kepemimpinannya. Yang utama adalah pengembangan pasar industri halal di dalam dan luar negeri. Pasar industri halal diperkirakan mencapai 3.107 miliar dolar AS atau Rp43.498 triliun (dengan kurs Rp14.000/dolar AS) pada 2023.
Program kedua adalah mengembangkan industri keuangan syariah. Posisi Indonesia pada berbagai pemeringkatan global naik signifikan. Global Islamic Finance Report 2019 memposisikan Indonesia di level pertama Islamic Finance Country Index (IFCI). Sementara itu, The State of Global Islamic Indicator Report 2020/2021 mendudukkan keuangan syariah Indonesia di posisi keenam.
Modal untuk meraih sukses di industri keuangan syariah di masa depan sudah dalam genggaman. Kini sudah dibentuk Bank Syariah Indonesia sebagai gabungan dari bank BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri dengan aset sekitar Rp240 triliun dan modal inti Rp22 triliun.
Program berikutnya adalah investasi bersahabat yang melibatkan pengusaha daerah. Dan program keempat adalah pengembangan ekonomi syariah di pedesaan secara berkelanjutan. Melihat posisi ketua MES sebagai Menteri BUMN dan didukung oleh sejumlah nama besar, seharusnya menjadi efektif dalam membangun ekonomi syariah lebih besar lagi. Tinggal bagaimana Erick mampu menggerakkan mereka untuk mengembangkan ekonomi syariah secara bersama-sama.
Mengacu dari itu, seharusnya ekonomi syariah Aceh harus lebih berjaya lagi, mengingat Aceh telah memiliki qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Nomor 11 Tahun 2018. Namun kita masih belum begitu serius dan menggema dalam implementasinya. Kita masih sibuk dalam perdebatan yang tak perlu. Sehingga kemajuan ekonomi ummat masih jauh dari cita-cita bersama.
Selanjutnya, PR terbesar ekonomi syariah, khususnya Aceh adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Muslim, memerdekakan umat dari praktik ekonomi riba, menegakkan keadilan, melakukan pemerataan penguasaan aset nasional, mengembangkan ekonomi mikro, kecil, dan menengah serta menegakkan pembangunan yang adil terhadap lingkungan.
Jika PR tersebut dapat diwujudkan, kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi syariah akan meningkatkan dan akan semakin mengukuhkan keberadaan ekonomi syariah sebagai model pembangunan alternatif di luar ekonomi kapitalis dan sosialis. Semoga ekonomi Ummat semakin lebih baik dan bermartabat dalam pembangunan bangsa.
Bumi Serambi Mekkah, 07 Maret 2024.