REVISI UU BUMN PELUANG BISNIS NEGARA ATAU BENCANA KEUANGAN NEGARA


Oleh : Latin, SE 
            Praktisi Asuransi 


Reformasi ditubuh perusahaan plat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama 1 (satu) dekade kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih berjalan ditempat bahkan cenderung mengalami kemunduran seperti kembali ke zaman kolonial. Nawacita Jokowi-Ma'ruf Amin belum bisa dilihat sebagai suatu prestasi dalam mengelola lokomotif bisnis negara yang menjadi penopang kekuatan ekonomi dan keuangan suatu negara.

Reformasi ditubuh BUMN dengan menerapkan beberapa program unggulannya tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat atau kebutuhan rakyat. Hal ini jelas-jelas mengabaikan kepentingan rakyat, kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Di lihat dari maraknya korupsi yang terjadi merajalela, menggurita hampir disemua sektor. 

Harapan reformasi ditubuh BUMN bisa memperbaiki kondisi kesehatan keuangan perusahaan negara dan berkontribusi besar terhadap keuangan negara. Khususnya pada bisnis strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikelola negara bisa memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, ternyata hanya tinggal harapan. 

Restrukturisasi BUMN, tranformasi bisnis BUMN dan Holdingisasi BUMN yang mengabaikan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), transparansi BUMN, dan akuntabilitasnya. Reformasi ditubuh BUMN mengabaikan perintah konstitusi UU, tanggung jawab negara, kewajiban negara atas sejumlah piutangnya. Reformasi ditubuh BUMN juga mengabaikan rekomendasi sejumlah lembaga tinggi negara lainnya seperti BPK-RI, BPKN-RI dan DPD-RI.

Revisi UU BUMN menimbulkan polemik dimasyarakat, banyak yang tidak percaya bahkan menolaknya hingga mengajukan gugatan Hukum di Mahkamah Konstitusi (MK). Revisi UU BUMN ternyata hanya untuk melahirkan DANANTARA INDONESIA alih-alih membangun Super Holding BUMN. 

Ironisnya bukannya membenahi sistem operasional perseroan,tata kelola regulasinya, penguatan permodalan BUMN sesuai bisnis sektornya, dan untuk growth perusahaan BUMN menjadi lebih baik. Hal ini terjadi sebaliknya dari jumlah 142 perusahaan BUMN ditargetkan tinggal 30 perusahaan BUMN untuk dibubarkan (Likuidasi). Dengan alasan restrukturisasi, transformasi bisnis, dan Holdingisasi. Bahkan ada yang dikubur hidup-hidup tanpa didukung dengan data kajian yang benar dan tidak didukung dengan riset main hantam kromo saja. Likuidasi lokomotif bisnis negara (BUMN) tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya di masyarakat dan aspek ketenagakerjaan. Ada kurang lebih 112 perusahaan BUMN yang ditutup dan hilang aset-aset negara kemana larinya, tidak dipublikasikan pihak-pihak terkait yang punya kewajiban menyampaikan informasi publik.

Jika Presiden Prabowo Subianto tetap mempertahankan mentri BUMN Erick Thohir dkk yang menargetkan likuidasi tersisa tinggal 30 perusahaan BUMN, ini perbaikan atau bencana bagi negara yang berpotensi menyebabkan devisit keuangan negara.

Kekhawatiran itulah yang terjadi di masyarakat, yang dipermasalahkan bukan lahirnya lembaga baru DANANTARA. Akan tetapi penempatan posisi jabatan strategis di DANANTARA yang patut diduga sebelumnya rangkap jabatan, tidak diisi dari kalangan profesional yang bisa diikat untuk mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara. 

Dipermasalahkan orang-orang didalamnya itu yang di isi bukan dari kalangan profesional yang ahli di bidangnya. 

Pemerintah atau negara seharusnya belajar dari pengalaman sejarah industri perasuransian nasional yang kini dilikuidasi 16 Januari 2025 di CIU oleh OJK. Akibat salah urus oleh Direksi BUMN jebolan mantan Bankir menimpa terhadap "Legend Asuransi" BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang beroperasi sudah 165 tahun. Kenapa di tahun 2018 "Jiwasraya" diduduki dari bukan ahlinya asuransi melainkan berasal dari kalangan profesional background X-Bankir BRI yang tidak memiliki rekam jejak pengalaman mengelola di industri asuransi jiwa-dana pensiun dan ditempatkan di sana. Apa alasan Mentri BUMN saat itu di era Rini Soemarno dan berlanjut diera Erick Thohir, justru mendapatkan apresiasi dengan memimpin Holding dibawah kendali PT BPUI (Bahana) atau IFG yang latar belakangnya diambil bukan core bisnis dari industri perasuransian, setelah mendapatkan PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp 34,7 triliun.

Penempatan Direksi BUMN di industri perasuransian nasional berasal dari background X-Bankir oleh Mantan Mentri BUMN Rini Soemarno berlanjut dibiarkan oleh Erik Thohir itu bertentangan dengan Pasal 6 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 73 Tahun 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. 

Diketahui sebelumnya BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pasca dilakukan restrukturisasi polis asuransi jiwa-dana pensiun BUMN atas utang polis negara oleh Korporasi IFG atau PT BPUI (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) pimpinan Hexana Tri Sasongko mantan Dirut Jiwasraya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) kepada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 13 September 2024. Sanksi ini dijatuhkan karena "Jiwasraya" dinilai melanggar ketentuan perasuransian
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi PKU. Kemudian selama 5 tahun waktu dihabiskan hanya untuk menjalankan RPK atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya dan implementasi restrukturisasi BUMN yang hanya berujung tidak disehatkan dan tidak diselamatkan akhirnya diberikan CIU (Cabut Izin Usaha) perasuransian oleh OJK pada 16 Januari 2025. 

Seharusnya Pemerintah bisa mengambil pelajaran berharga dari kegagalan dalam mengelola sektor perasuransian khususnya asuransi jiwa-dana pensiun BUMN terbesar di Indonesia, yang beraset puluhan triliun bisa menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Karena rekam jejak perjalanan sejarahnya yang panjang mengiringi perjalanan bangsa Indonesia yang besar dalam melawan penjajahan. Apakah hari ini bangsa Indonesia sedang di Jajah melihat kondisi "Legenda Asuransi' saja bisa ditumbangkan begitu saja tanpa ada perlawanan dan attensi serius dari Pemerintah.

Revisi UU BUMN Pengawasan Keuangan Semakin Tidak Transparansi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menyebut pendirian DANANTARA berisiko menyebabkan pengawasan keuangan BUMN makin tak transparansi. Kewenangan penegakan hukum, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI), juga berisiko kian lemah. 

Risiko ini muncul, kata Alamsyah, karena pemeriksaan laporan keuangan tahunan perusahaan tahunan akan dilakukan oleh akuntan publik. Selain itu, dalam UU BUMN yang baru, terdapat ketentuan, BPK-RI serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat melakukan pemeriksaan hanya jika ada permintaan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu. 

“BPK-RI dan KPK-RI tidak diberikan kewenangan untuk melakukan upaya audit dan penegakan hukum disana. Implikasinya, potensi korupsi di tubuh BUMN yang tergabung di DANANTARA akan meningkat,” ujar Alamsyah dalam diskusi di kantor ICW, Senin, 17 Februari 2025. Dikutip dari tempo.co 19/02/25 Revisi UU BUMN Demi Danantara.Red-fnkjgroup(15/04/2025).

Penulis adalah Praktisi Asuransi |Anggota KUPASI (Komunitas Penulis Asuransi Indonesia) | Anggota PPWI | Mantan Unit Manager BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Cabang Bekasi |Email: latinse3@gmail.com

 #SaveBUMN
#SaveLegendaAsuransi
#SavePensiunanBUMN
#SavePemegangPolisBUMN
 #SaveIndonesiaEmas